Friday, July 19, 2019

Retribution of the Black Saint (F/GO fanfIc)


"GOOU SHOURAI..." petir hitam menyala terang benderang melesat ke pedang Ushi Gozen, tersimpan ke dalam pedangnya. Rasa panas bisa terasa sampai beberapa puluh meter dan Jeanne Alter, atau sering dipanggil Jalter, berada begitu dekat sampai sang penyihir naga pun bisa merasakan keringat dinginnya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Dia berbalik, "Mash lindungi Master  SEKARANG!"
Sang gadis kaku selama beberapa lama, sebelum menerima perintah Jalter. Namun, mereka sudah terlambat.
"TENMOU KAIKAI!!!" Dengan sebuah sabetan pedang, petir raksasa menyambar Jalter, Master dan servant yang lain. Cahaya yang membutakan mereka semua, sebelum mereka merasakan energi panas yang membakar mereka semua.
Ushi Gozen tersenyum puas. Master terakhir di dunia, satu-satunya manusia yang punya kemampuan untuk memangill jiwa pahlawan di masa lampau, ternyata begitu lemah. Dia mengharapkan tantangan yang lebih menarik, tapi dia merasa dikecewakan. Energi yang sudah banyak dia kumpulkan dari cawan suci terasa begitu... percuma...
Namun, pada akhirnya itu hanyalah masalah kecil. Sekarang Ushi Gozen bisa hidup bebas di Pulau Onigashima tanpa ada serangga yang menganggunya.
"HAH..."
Ushi Gozen dengan cepat mengangkat pedangnya. Cukup cepat untuk menahan sabetan tongkat Jalter. Namun, serangan itu berhasil mendorongnya mundur beberapa meter.
Jalter menancapkan pedangnya ke tanah untuk menopang tubuhnya. Dia terpaksa harus mengubah keberadaanya menjadi mimpi untuk beberapa saat. Sesuatu yang mengkonsumsi banyak mana, dan itu membuatnya begitu lelah.
Dia berbalik melihat master dan servant-servant yang lain. Kelihantannya mereka semua masih hidup, hanya tak sadarkan diri. Itu adalah berita bagusnya. Berita buruknya adalah Ushi Gozen masih berdiri dengan mana penuh, walaupun sudah mengeluarkan noble phatasam-nya.
Namun, belum waktunya dia tumbang, apalagi menyerah. Dia, sebagai pemimpin singularitas yang asli, bisa hilang muka jika kalah dengan pencipta singularitas palsu sepertinya.
"Masih ada yang tersisa?" tanya sang iblis, "Bagus!!! Aku masih ingin BERSENANG-SENANG!!!" secepat kilat, Ushi Gozen melesat ke arah Jalter. Pedang sudah diselimuti listrik.
Jalter, yang tak mau kalah, menarik pedangnya yang terselimuti api gelap. Cahaya terang benderang saling berseteru, setiap pertemuan menerbangkan rambut putih Jalte yang panjang dan membakar dan menghancurkan bebatuan dimana mereka berdiri. Satu-satunya alasan Master dan yang lainnya tidak apa-apa adalah karena Jalter ada di depan mereka.
Bukan hanya sekali, beberapa puluh kali kilat dan api meledak. Jalter bisa merasakan tebasannya sedikit demi sedikit mulai melemah. Namun, semakin Ushi Gozen menyerangnya, semakin panas apinya
Ushi Gozen, yang mulai merasa bosan, menebas kuat pedang Jalter, membuang Jalter jauh. Busur langsung menggantikan pedang di tangan Ushi Gozen. Dengan kecepatan kilat, ratusan panah sudah melesat dengan kecepatan cahaya ke arah Jalter.
Tangan kiri Jalter sudah siap. Dengan tongkat benderanya, dia menghancurkan setiap panah yang mendekatinya. Dia mendarat cukup jauh, tapi sang iblis sudah melesat duluan.
Pedangnya bergerak cepat. Walaupun Jalter berusaha semampunya, teknik pedang sang musuh jauh lebih tinggi. Beberapa kali pedang itu berhasil menembus kulit di celah-celah jirah hitam nya.
Merasa terancam, Jalter menancamkan tongkatnya ke tanah dan menyemburkan api di sekeliling Jalter, memaksa Ushi Gozen meloncat mundur.
Ledakan mana itu dan luka di tubuhnya membuatnya tak punya tenaga lagi untuk berdiri.
"Matamu..." Ushi Gozen yang pertama berbicara, tersenyum dengan cara paling mengerikan, "matamu sama denganku! Penuh kebencian. Penuh penolakan. Kau tidak ada bedanya denganku, iya kan? Penyihir naga!"
Jalter melotot kaget sesaat, "kau tau siapa aku?"
"Oh..." Ushi Gozen tersenyum lebar, "aku tahu lebih banyak daripada siapa dirimu, Jeanne d'Arc palsu! Kau hanyalah sebuah mimpi seorang laki-laki gila!"
Kemarahan langsung merasuki Jalter, "Diam Kau!" Jalter melesat dan mengayunkan tongkatnya ke Ushi Gozen, tapi dia dengan mudah menahannya dan Jalter kembali melayang ke tanah.
"Manamu sudah hampir habis, Joan of Arc palsu!" Jalter hanya bisa meringis giginya. Ushi Gozen mendekati gadis di hadapannya, "Jujur, aku menyukaimu... Bagiama master-mu memanggilmu? Jalter? Nama yang bagus!"
Jalter mengangkat alisnya, "apa maksudmu, Iblis?"
"Ah... mata itu... wajah itu... kebencian itu" Ushi Gozen merinding senang, dia mengelus pipi Jalter dengan lembut, "Seperti yang ku bilang! Aku menyukai mu! Sangat menyukaimu, sampai aku akan membiarkanmu hidup, menyuplaimu dengan mana, selama kau mau menjadi milikku!"
"A... apa? Mana mau..."
"Sebelum kau menjawab, biar aku tanyakan padamu! Apa kau pikir kau bisa dimaafkan? Apa kau pikir Kebencian dalam dirimu bisa padam? Apa kau pikir master-mu itu tidak takut pada dirimu? Apa kau pikir master-mu itu bisa sepenuhnya menyayangimu seperti servant yang lain? Apa kau pernah merasa lebih dari sebuah mesin penghancur untuk master-mu? Bukankah kau hanya hiasan untuk didapat bagi mereka?" tanya Ushi Gozen, "Apa Jeanne d'Arc bisa menerima? Apa dia tidak hanya berpura-pura untuk menyayangimu?"
Jalter langsung mengalihkan matanya. Pertanyaan yang tajam dan tak pernah dia berani hadapi. Dia tahu bahwa semua jawaban untuk semua pertanyaan itu, tapi hatinya selalu menolak untuk menerimanya.
Dia menolak berpikir bahwa senyum yang terus dia terima setiap pagi dari master dan dirinya yang lain adalah senyum palsu. Dia menolak berpikir bahwa tangan master pasti gemetar setiap kali dia memanggil dan melihat nya. Dia menolak berpikir bahwa keberadaan Jalter membawa ketakutan dan kesedihan di hati Jeanne.
Dia menolak untuk tahu bahwa master dan Jeanne takut padanya, pada kebencian di hatinya.
"Aku tahu isi hatimu sekarang, karena aku pernah merasakannya. Berharap dengan penuh bahwa dirimu yang lain akan menerimamu apa adanya, hanya untuk dibuang ketika kau tidak lagi diperlukan!"
Kesedihan bisa terlihat terbesit dalam matanya, hanya sesaat, sebelum mengulurkan tangannya ke Jalter. "Di sini, kebencianmu boleh bebas. Keberadaanmu akan diakui. Kau akan terbebas dari bayang-bayang dirimu yang lain. Aku yang akan menerimamu."
Jalter memasukkan pedangnya ke sarung.
Dia benar... Tidak tempat untuk dirinya di dunia ini, selain di sini.
Jalter meraih tangan Ushi Gozen
"Aku sangat senang bisa memanggilmu, Jalter"
"Jalter... Mulai sekarang panggil saja aku kakak, ya?"
Bayangan dua orang langsung menahan tangannya.
Sekali lagi, dia menolak untuk memikirkannya. Dia juga menolak untuk memikirkan apa yang akan terjadi saat ini.
"Kau tau apa???" Jalter menggengam erat tongkat benderanya. Secara spontan, dia membantingnya ke tanah. Langit yang penuh petir langsung berubah menjadi merah penuh darah. Api melentus langsung meletus dari tanah. Mengubah gunung penuh petir, menjadi neraka di atas bumi.
"kalau kau benar bisa menerimaku, maka aku harap kau siap menampung semua kebencianku," seru Jalter, "datanglah ke neraka, tempat dimana aku dilahirkan!" Pedang Jeanne keluar dan menjulang tinggi di atas langit.
Ushi Gozen hanya menghela nafas, sedikit kecewa. Namun, pada akhirnya keikutsertaannya tidaklah penting. Mati atau hidup, ksatria itu tetap tak ada artinya untuk rencananya.
Nyawa sebuah mimpi tidak pernah penting di tempat pertama.
"Datanglah pengikutku yang setia, tangan dan kakiku, jirahku..." Ushi Gozen berbisik, memanggil empat petir dengan empat warna berbeda, "Empat raja surgawi adalah seperti yang kau lihat sekarang..."
Dari ke empat petir, muncul empat Ushi Gozen dengan empat senjata berbeda. Kampak kuning yang diselimuti listrik, panah hijau yang diselimuti angin, pedang merah yang diselimuti api dan Tombak biru yang diselimuti es.
"MAJU!!!" Dengan sebuah seruan, ke empat bayangan Ushi Gozen melesat ke arah Jalter dengan senjata masing-masing.
Jalter bisa merasakan kakinya gemetar. Mananya akan segera habis, apalagi dengan menggunakan noble phantasm miliknya. Jika dia mengambil lebih dari ini, dia bisa mengancam nyawa master yang tak sadarkan diri.
Jalter tahu bahwa jika dia kehabisan mana sekarang, dia akan menghilang selamanya. Tak ada tempat untuknya, bahkan di Throne of Heroes, tempat semua servant berasal.
Ushi Gozen benar pada dasarnya. Dia hanyalah seorang mimpi dari seorang laki-laki dengan hati yang penuh duka akan kematian gadis yang dia cintai. Sebuah konsep kebencian imajiner yang seharusnya tak ada. Dia adalah penyihir naga yang ditakuti dan dibenci. Bendera naga di tongkatnya harusnya berkibar untuk melambangkan api kiamat bagi segalanya.
"He.. he... Kau tak perlu setegang itu, nabi yang tak berguna... Aku akan mengabaikanmu dan kau bisa menganggapku tak ada! Itu tak masalah, kok!"
"Hm..."
"Eh, tidak bisa begitu dong, Jalter!!! Kalian kan dasarnya saudara masa tidak peduli satu sama lain!!!"
"Hei, Jangan bercanda!!! siapa yang memutuskan itu!!!"
"Eh... master benar juga!!! Mulai sekarang aku akan terus menjagamu, ya!!! A~d~i~k~KU!"
Jujur, dia tak akan pernah bisa menghapus rasa bencinya akan master dan dirinya yang lain, apalagi dunia ini.
Namun, dia juga suka untuk tak memikirkan kebencian itu.
"JADILAH INI TERAKHIR KALINYA, BENDERA INI BERKIBAR DENGAN GEMILANG!"
Jika Jalter hanyalah mimpi, jadilah dia mimpi yang indah.
"AYO, KE SINI!!!"
Sebuah panah angin sudah melesat ke arahnya, tapi dengan sebuah ayunan tongkatnya, semburan api menghancurkan panah itu. Sang pemanah tampak kaget, tapi dia lebih terkejut saat pedang mana hitam berputar diatas kepalanya.
Dengan sebuah ayunan, selusin pedang menembus salah satu bayangan Ushi Gozen, mengubahnya menjadi asap.
Kampak kuning melayang ke kepalanya, tapi Jalter mengayunkan pedangnya untuk memunculkan sebuah semburan api yang membakar Ushi Gozen yang lain.
Kali ini, dua Ushi Gozen menyerangnya secara bersamaan. Dia menahan serangan mereka dengan tongkatnya.
Jalter melompat mundur, tapi tebasan api terbang mengikutinya. Namun, Jalter mengayunkan pedangnya dan mengeluarkan tebasan api lain yang dengan mudah membelah api dan tubuh bayangan Ushi Gozen.
Mata tombak putih melesat, tapi tombak bendera Jalter menahannya. Jalter melepas tongkat benderanya. Ushi Gozen kaget dan masih melesat kencang ke Jalter yang sudah menghindar. Dengan sebuah ayunan pedang, bayangan Ushi Gozen yang terakhir tumbang.
"Satu lagi..." bisik Jalter dengan kaki yang tak bisa berhenti bergetar, perlahan mulai tak kasat mata. "Sekali lagi... hanya tinggal sekali lagi saja..."
Ratusa kilatan Petir gelap sudah menyambar ke pedang Ushi Gozen. Seluruh energi itu terserap ke pedangnya. Jalter bisa merasakan Kekuatan badai listrik hitam yang siap untuk dilancarkan kepadanya.
"GOOU SHOURAI..."
Jalter mengangkat pedangnya tinggi, "MERAUNGLAH JIWAKU YANG PENUH KEBENCIAN" Jalter berteriak sampai tenggorokannya terasa perih, "LA GRONDEMENT DU HAINE!!!" Dia mengayunkan pedangnya ke arah Ushi Gozen, mengalirkan api panas ke arahnya.
Ushi Gozen menutup matanya. Dia meledakan mananya. Bersiap untuk mengeluarkan listrik yang jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Jalter menatap apinya dengan penuh harap. Berharap bahwa serangan terakhirnya ini bisa menyelamatkan master. Hanya itu yang penting sekarang, bahkan tangannya yang mulai menghilang.
Api itu menjalar ke arah Ushi Gozen.
Dengan gerakan secepat kilat, Ushi Gozen melompat ke samping.
Jalter tak bisa mengedipkan matanya saat tombak-tombaknya dari tanah melesat ke udara kosong. Wajahnya terasa kaku saat dia melihat Ushi Gozen menebas pedangnya untuk melepaskan Noble Phantasamnya.
"Matilah sekarang wahai Nabi hitam." Seru Ushi Gozen, "TENMOU KAIKAI!!!"
Jalter terbanting ke tanah. Mananya sudah benar-benar habis. Dia akan mati apapun yang terjadi di tempat pertama. Rasa sakit dikalahkan tertimpa oleh rasa bersalah telah mengecewakan masternya.
Dia tidak pernah percaya pada Tuhan, tapi, dihadapan listrik raksasa yang akan segera menelannya, untuk sesaat dia berdoa dalam hatinya. Jika ada kehidupan lain... Dia rasa tidak masalah, jika dia bersifat lebih baik pada Jeanne dan Master.
Dia tak punya penyasalan, jikapun dia punya...
"Aku berharap bisa mengucap terima ka..."
"Tahan pikiran itu!" Suara seorang gadis memotong bisikan Jalter.
Suara itu...
Tepat sebelum listrik neraka menghabisinya, sebuah cahaya surgawi terang benderang dari langit menyelimutinya.
"LUMINOSITÈ ETERNELLE!!!"
Debu langsung meledak saat keduanya bertemu. Namun, sebuah sebuah sabetan tongkat bendera menghapus awan debu dan menujukkan seorang nabi bergaun putih dan berambut pirang yang melayang di tiup angin.
Dia menancamkan kembali tongkatnya, membiarkan benderanya berkibar dengan megah. Bendera yang melangbankan kemulian dan cahaya Ilahi. Simbol seorang nabi yang berdiri untuk memimpin Manusia. Jeanne d'Arc, titisan Tuhan, berdiri di hadapan sang Iblis.
Dia berbalik, tersenyum manis dengan matanya yang biru polos, "Maaf, membuatmu menunggu, Jalter!"
"Jeanne...?" kata Jalter, "ta... pi... ba.... bagaimana?"
Jeanne seharunya ada di markas. Dia seharusnya ada di Chaldea. Master... Jalter berbalik untuk menemukan master berdiri terengah-engah dengan servant yang lain. Berdiri terlihat begitu sulit dan luka-luka di badannya hanya memperburuk keadaan. Tubuhnya hampir mati rasa, karena mengeluarkan begitu banyak mana, sampai Mash butuh menopangnya beberapa kali. Namun, matanya masih menunjukkan tekad yang tinggi.
Di punggung tangannya sebuah lambang merah bercahaya terang. Dua dari tiga simbolnya sudah hilang, menandakan bahwa dua command spell, mantra absolut yang harus dipatuhi servant, sudah digunakan. Jika satu digunakan untuk memanggil Jeanne, untuk apa satu lagi?
Baru saat itu, Jalter menyadari bahwa tangan dan kakinya kembali terbentuk. Dia juga menyadari bahwa tenaganya mula kembali dan lukanya perlahan menutup kembali. Keberadaanya sudah kembali dipenuhi mana.
"Jalter..." Master menatap mata Jalter dengan tajam, membuat bahkan bulu kiduk Jalter berdiri, "JANGAN PERNAH MENCOBA MENGORBANKAN DIRIMU LAGI!!!!" teriak sang Master, "MENGERTI !!!???"
Jalter mungkin takut, tapi dia bisa melihat air mata mengalir di pipi master-nya.
"Jalter..." kali ini dia berbalik ke arah dirinya yang satu lagi.
Jeanne tersenyum lembut, menggapai pundak gadis yang dia anggap saudarinya, "Jangan pernah lupa kalau kami menyayangimu, ya!!!" kata Jeanne, " Itu berarti kami belum siap kehilanganmu! Kau mengerti, kan?"
Butuh seluruh tenaganya untuk tidak tersenyum. Jalter membuang mukanya yang semerah api yang biasa dia kobarkan, "Ka... kalian benar-benar lemah ya!!! Kalau kalian be.. benar-benar membutuhkanku!!! Kalian seharusnya memohon lagi!!!" seru Jalterm "A... aku mungkin akan mempertimbangkan membantu kalian lebih lama lagi!!!"
Jeanne dan master tertawa kecil, melihat respon Jalter.
Namun, reuni bahagia ini harus menunggu. Di ujung sana ada Iblis yang tampak sangat marah.
"Tapi, kalian bisa memohon kepadaku nanti!" Jalter mengalihkan perhatiannya kepada Ushi Gozen. Wajahnya tersenyum, dan kepalanya terangkat tinggi. Master, Jeanne, dan servant-servant yang lain juga ikut berdiri di sampingnya.
Mungkin di hatinya ada kebencian yang tak akan pernah padam, tapi semua kebencian itu tak pernah lagi dia arahkan ke orang-orang yang dia sayangi. Dia akan mengarahkannya ke orang-orang yang dia benci, contohnya adalah wanita yang mengaku sebagai raja iblis Jepang.
"Ada iblis yang ingin aku bakar!




Sunday, May 5, 2019

Cerpen Sunday: Broken...



***
"Jadi, mau berapa lama lagi kau bersembunyi di sana?" suara seorang iblis menghentikan nafas Ku. Aku mempererat buku yang ada di pelukanku.  Aku menelan ludah keras-keras. Refleks.
Aku merasa karena dialah yang menumukanku. Jika asisten atau pekerja rumah besar Scarlet Devil  lain menemukanku, mereka akan membiarkanku pergi begitu saja. Tapi, masalahnya dia tidak akan melakukannya.
Aku menggenggam erat sapuku, bersiap untuk kabur secepat kilat. Lari sebelum aku sempat mendapat masalah dengan Patcholi. 
Bukannya aku takut padanya, tapi aku hanya tidak punya waktu untuk berurusan dengannya. Ada eksperimen di rumah yang harus aku selesaikan.
"Dan, tolong jangan lari, Marisa Kirisame! Nyonya Patcholi hanya mengajakmu untuk minum teh!" panggilnya, "kalaupun kau mau coba, Nyonya Patcholi sudah melapisi perpustakaan ini dengan mantra pelindung!" 
Aku terkejut mendengar perkataan sang Iblis. Bukan karena Patcholi mengajaknya minum teh, itu sudah biasanya, tapi karena Patcholi sudah menyadari keberadaan Marisa di perpustakaannya dan sudah mengunci semua jalan keluar bahkan sebelum dia masuk. Biasanya dia tidak peduli.
Aku mengeluarkan diriku, dari balik salah satu kabinet buku.
Seorang gadis, dengan rambut dan bermata merah dengan gaun putih panjang yang tertutupi celemek hitam dan dasi putih, berdiri. Koakoma tersenyum tak berdosa dihadapanku. 
 "Baiklah, aku akan bertemu dengan Patcholi!" kataku.
"Sebelumnya, Tolong letakan buku yang kau curi di meja! Aku akan membereskannya nanti!"
Aku menghela nafas, sebelum melepaskan buku-buku itu.
"Baiklah, ayo ikuti aku!" kata Koakoma sebelum berbalik, melangkah menuju nyonyanya dengan aku mengikuti di belakangnya.
"Tidak biasanya kau datang jam segini." kata Koakuma, "ku harap tidak ada masalah?"
"Ti... tidak ada!" seru ku cepat, "aku hanya sedang ingin datang ke sini lebih awal! Itu saja!"
"Kau yakin?" tanya Koakuma, suaranya berubah rendah dan memelan, dan itu adalah sesuatu yang bisa dibilang langka, "aku dengar kau dan sang Gadis Surga..."
"Jangan!" Potongku dengan nada tajam. Dia langsung berhenti, menatapku dengan wajah penuh rasa kaget dan kasihan.
"A...aku tidak ingin membicarakannya!" 

Sunday, March 31, 2019

Cerpen Sunday: Sakura yang Mekar di Gelapnya Malam pt1

(Halo sayang semua! Ini adalah cerita tentang seorang Miko (Gadis penjaga kuil) dan Biarawati. Ini adalah penceritaan ulang kisah Sakura Samsara dari game Honkai Impact 3. Secara teori, ini adalah fanfic. Beberapa adegan aku copy dari komiknya yang asli, tapi beberapa lagi aku bikin sendiri.)

OH IYA! Cerita ini juga mengandung hubungan lesbian, tidak ada yang grafik, tapi jadikan ini peringatan jika merasa tidak nyaman dengan hubungan seperti ini. Semua karakter di cerita ini adalah milik Mihoyo. Nah, pembukaannya sudah selesai! Selamat membaca!)



"Tolong!!!" teriak seorang gadis, walaupun dia tau taka akan ada yang mendengarnya di tengah hutan.

ROAR...

Sang gadis sudah bisa merasakan kakinya kesakitan dan nafasnya sudah hampir habis, tapi dia tak bisa berhenti sekarang. Tidak selama monster itu terus mengejarnya, tidak selama dia bisa merasakan nafas monster itu di bulu kiduknya.

"Ah..." sang gadis tidak sempat bereaksi, dia terjatuh, tersandung akar pohon. Tubuhnya yang terbaring mencoba bangkit kembali, tapi dia merasakan tubuhnya kaku. Dia hanya bisa menatap monster yang menjulang tinggi di atas dirinya. Cakarnya yang tajam dan besar terangkat, bersiap untuk mengabisi mangsanya.

Dia menutup wajahnya. Sang gadis sudah pasrah, bersiap menerima nasibnya untuk disantap oleh monster...

CRING!!!

Tuesday, March 26, 2019

Cerpen Sunday: Is it okay to be honest?

(Halo sayang semua! Bagaimana kabarnya? Baik? Buruk? Biasa aja? Kalau baik, bagus lah! Kalau buruk, yang tabah ya! Kalau biasa aja... hm... semoga jadi baik aja deh!!!

Bagi yang lagi bosen, aku ada cerita nih buat kalian. Bukan cerita yang spesial, tapi semoga bisa menyenangkan hati kalian minggu ini. Ini cerpen romantis, jadi yang jomblo siap-siap ya!!!... hehehe)

Is It Okay to be Honest?
by: Silvi

"Heh...." Jonathan menghela nafas yang begitu panjang dengan lagu tahun 90'an yang menemaninya.

Dia melihat lintasan cahaya jingga yang perlahan meredup dari balik kaca kantor dosen. Di bawah, terlihat ratusan mahasiswa dan teman seangkatannya yang berjalan keluar, kembali ke rumah masing-masing. Jonathan tidak bisa menghentikan desahan kesal dari bibirnya, apalagi karena masih ada setumpung lagi kertas yang harus dia nilai.

Jonathan menggaruk rambutnya kesal. Seharusnya dia tidak setuju untuk menilai semua hasil ujian ini, hanya karena dosennya lupa kalau mengajak istrinya makan ke restoran mewah sore. Jonathan seharunya berkata tidak, tapi kemungkinan membuat dosenya itu kecewa benar-benar membuatnya tidak berani untuk menolak.

Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul lima sore, menandakan bahwa semua orang sudah pulang. Teman-temannya juga sudah pulang, jadi tidak ada yang akan membantunya. Dia mendesah sekali lagi, karena Mawar pasti juga sudah pulang, meninggalkannya. Kalau mau jujur, dia mungkin mengambil pekerjaan ini karena tidak mau bertemu Mawar saat pulang nanti.

Writing 101: Cara simpel Menulis Novel

(Halo, sayang semua!!! Ini adalah episode satu dari seri saya, menulis 101. Selamat membaca!!)

Sebagai seorang penulis pemula, sesuatu yang aku pelajari adalah betapa putihnya sebuah kertas itu. Baik itu Microsoft Word, catatan, jurnal, mesin tik, atau semacamnya. Jika bisa diibaratkan, bagai semua ruang hampa yang meminta untuk dipenuhi.



Dengan berkembangnya website untuk menulis website online, seperti wattpad dan Sweek, kita akan merasa terlena dengan mudah untuk menulis novel impian kita dan mendapat banyak view dan vote. Namun, saya akan memberi tahu sebuah rahasia.

Introduction

Halo sayang semua! Namaku Silvi dan selamat datang ke blog pertamaku. Aku adalah seorang penulis pemula, tidak punya banyak pengalaman, tapi kebanyakan belajar... hehehe.... Blog ini adalah tempat aku menulis cerpen, novel, atau cerbung. Aku juga akan mengisi blog ini dengan kumpulan tips dan triks yang bisa kalian pakai untuk meningkatkan kualitas tulisan kalian.

Aku akan mengupdate blog ini setiap hari minggu dan rabu jadi tunggu saja ya!

Sekarang tunggu apa lagi! Ayo mulai!!!!

Isn't she cute?